REVOLUSI MENTAL
YEHEZKIEL 18:31-32
Revolusi Mental! Ini
slogan yang sering diucapkan Presiden Jokowi saa
t Pilpres lalu dan itu pula
yang ingin diwujudkannya bagi Indonesia yang lebih baik. Slogan ini sempat
menjadi pertanyaan dari lawan politiknya karena anggapan bahwa “revolusi” itu
selalu berkaitan dengan sesuatu yang berdarah-darah, yang menimbulkan friksi
dengan orang-orang sekitarnya. Sebenarnya tidak selalu demikian. Revolusi itu
intinya menyangkut sesuatu yang seharusnya dikerjakan dengan segera, tidak
berlambat-lambat, demi perubahan yang diharapkan, yang segera terwujud.
Demikian pula dengan kehidupan rohani. Ada unsur kesegeraan perubahan paradigma
dan hidup, yang seharusnya terjadi dalam hidup orang percaya. Mengapa perlu segera? Karena fakta bahwa
natur alami manusia yang merasa sayang untuk meninggalkan tabiat2 lama yang
sekilas memberikan kesenangan tetapi efek panjangnya sungguh membawa kerugian
bahkan kehancuran permanen.
Demi terjadinya
revolusi mental dan rohani, orang percaya perlu membuang kebiasaan yang
berdosa. Dalam
konteks kehidupan rohani dan perjuangan melawan dosa, orang percaya bisa jadi
harus “berdarah-darah” demi terjadinya perubahan. Yang dimaksud
“berdarah-darah” pasti bukanlah secara fisik, tetapi perlu ada pengorbanan demi
tercapainya perubahan itu. Ada kesaksian dari seorang rekan yang memiliki
kebiasaan merokok bak “kereta api” yang tiada henti, yang telah menemani
hidupnya selama ± 45 tahun. Akhirnya, dia bertekad untuk melepaskan diri dari
kebiasaan buruk itu. Apa yang terjadi? Di hari2 pertama lepas dari kebiasaan
merokok, dia merasakan tubuhnya persis seperti pecandu narkoba yang tidak
mengisap narkoba lagi: sakau! Badan menggigil dan berkeringat. Tetapi dia rela
berkorban demi hidup yang lebih baik. Tentunya ada pertolongan Tuhan di
dalamnya. Saya secara pribadi bisa melihat sukacita besar di wajahnya pada
waktu dia menceritakan pengalaman hidupnya itu. Bahkan dia menghitung dan
memasukkan uang yang biasa digunakan untuk membeli rokok, dan satu bulan itu
kira2 600-700 dolar AS!
Demi terjadinya
revolusi mental dan rohani, orang percaya perlu hidup dalam ketaatan kepada
Tuhan. Kata yang dipakai
oleh LAI adalah “durhaka.” Itu seperti seorang anak yang durhaka kepada orang
tuanya padahal sejak kecil sudah dididik dan dipelihara oleh orang tuanya. Ini pas dengan
gambaran orang Israel seperti seorang anak yang dulu dilatih berjalan oleh
Tuhanm namun setelah dewasa tidak mengindahkan Tuhan sama sekali (lihat
misalnya Hosea 11:1-3). Layakkah orang yang telah diselamatkan Tuhan mencoba2
hidup dalam dosa lagi? Tidak. Kalau kita mungkin pernah tergiur untuk hidup
dalam dosa karena melihat orang2 berdosa kok sepertinya hidupnya aman2 saja,
tenang2 saja, tidak ada hukuman Tuhan, dst, marilah kita berkomitmen ulang untuk
tidak mengkhianati Tuhan yang telah menyelamatkan kita! Kalau kita adalah anak
Tuhan yang sempat tersandung dan jatuh dalam dosa, marilah kita cepat bertobat
sebelum keadaan rohani kita tambah parah dan memburuk!
Demi terjadinya revolusi rohani, orang percaya perlu mengalami perubahan dari dalam ke luar. Dunia
sibuk mendekorasi hal2 di luar supaya kelihatan cantik dan indah. Bukankah itu
juga tabiat pejabat2 pemerintah? Kalau dikunjungi tokoh penting atau nasional,
jalan langsung diperbaiki, tembok di cat rapi, supaya tidak malu dan dibilang
tidak profesional. Tetapi apakah ukuran seseorang disebut professional? Apakah
saat orang melihat dan memperhatikannya? Tidak! Seorang bertindak profesional
karena dia telah terbiasa melakukan kegiatan2 yang penting dan
bermanfaat, tidak peduli apakah dia dilihat atau tidak oleh orang lain. Secara
rohani juga demikian! Kita tidak disebut rohani hanya karena kita melakukan
kegiatan2 rohani, meski itu juga diperlukan. Tetapi orang yang rohani adalah
orang yang entah dilihat atau tidak, adalah orang yang melakukan disiplin
rohani. Itu semua terjadi …karena hatinya telah
berubah! Hanya dengan perubahan hati atau perubahan dari dalam, kita akan
mengalami perubahan di luar! Revolusi mental dan rohani haruslah dimulai dari
dalam dan mengalir keluar, menghasilkan kebiasaan2 baru yang baik dan berkenan
di hati Tuhan.
Marilah kita
mewujudkan revolusi mental dan rohani, karena Tuhan tidak menghendaki hati kita
mendua. Tuhan ingin kita sepenuh hati dalam mengikuti Tuhan! Biarlah makin lama
hidup kita makin menyerupai Kristus.
Ringkasan khotbah Minggu, 26 Oktober 2014 oleh Ev. GUMULYA DJUHARTO
0 komentar:
Posting Komentar