Ringkasan khotbah Minggu, 6 Maret 2016 oleh Lz. HERMAN NAPITUPULU

JADILAH SEPERTI YANG ENGKAU KEHENDAKI
Ibrani 4:14-16

            Orang yang bisa membebaskan seorang narapidana dari hukuman, bukanlah sesama  narapida, bukan orangtuanya, juga bukan tetangganya, melainkan hakim dalam pengadilan. Kenapa? Karena hakim mempunyai kuasa hukum untuk menetapkan hukuman atau membebaskan seseorang dari hukuman.  Sama halnya dengan kita, ketika kita berdosa, siapa yang bisa mengampuni kita, dan kepada siapa kita harus bersandar? Hanya Allahlah yang berkuasa untuk mengampuni kita, sebab dosa merupakan sebuah pelanggaran terhadap hukum Allah.  Namun bagaimana caranya kita dapat menghadap Allah yang suci itu dan meminta pengampunan? Bukankah kita yang berdosa itu tidak layak menghadap Allah yang suci?
Satu-satunya jalan yang disediakan Allah adalah melalui Yesus.  Yesuslah yang punya kuasa untuk menolong kita menghadap Allah. Ibrani 4:14 berkata bahwa Yesus telah melintasi langit. “Melintasi” artinya telah melampaui, melewati satu area. Untuk mengerti maksud dari kata “melintasi,” kita harus mengerti konteks jabatan Imam besar. Dulu pada masa PL, seorang Imam Besar memiliki satu tugas khusus satu kali dalam setahun. Dia harus “melintasi” ruang kudus untuk menuju ruang maha kudus yang dibatasi tabir pembatas. Dia masuk ke dalam ruangan paling kudus dalam rumah Tuhan untuk menghadap hadirat Tuhan. Di situlah Imam Besar menjadi perantara antara umat Tuhan dengan Tuhan, untuk meminta pengampunan dosa kepada Tuhan dengan mempersembahkan korban.
            Imam besar melintasi ruang kudus ke ruang maha kudus, tapi Yesus, Imam Besar Agung kita telah melintasi langit.  Ibrani 9:24 berkata: “Sebab Kristus bukan masuk ke dalam tempat kudus buatan tangan manusia yang hanya merupakan gambaran saja dari yang sebenarnya, tetapi ke dalam sorga sendiri untuk menghadap hadirat Allah guna kepentingan kita.” Dia telah masuk ke ruangan yang terkudus, yaitu sorga. Tidak sekali dalam setahun, tapi selama-lamanya. Yesus membukakan tabir pembatas antara kita dengan Allah untuk selamanya. Dan ketika tabir itu terbuka, maka kita dapat memohon pengampunan dosa kepada Allah.
             Dari bagian ini kita bisa mengerti bahwa Kristus itu adalah Pribadi yang superior dibandingkan dengan apapun di dunia ini. Ia adalah pencipta dan penopang segala ciptaan-Nya. Ia mengerti perjalan detail kehidupan umat-Nya. Itulah sebabnya kita harus percaya terhadap segala sesuatu yang telah dirancangkan oleh-Nya. Percayalah, apapun yang terjadi di dalam kehidupan kita saat ini, itu adalah rancangan terbaik. Dan ada maksud Tuhan di dalamnya.
Ringkasan khotbah Minggu, 6 Maret  2016 oleh Lz. HERMAN NAPITUPULU

Ringkasan khotbah Minggu, 28 Februari 2016 oleh Ev. Anam Peni Asih

MENJADI BERKAT MELALUI PERKATAAN
Efesus 4:29; Kolose 3:17
Perkataan seseorang memliki dampak yang luar biasa dalam kehidupan seseorang. Dengan mendengar perkataan seseorang dapat menjadi baik, demikian pula dengan sebaliknya melalui perkataan seseoang menjadi tidak baik.
Tujuan Paulus menulis surat kepada jemaat Efesus supaya mereka memiliki kehidupan baru sebagai umat yang sudah percaya kepada Kristus.  
Judul dalam perikop dalam Kitab Efesus maupun Kolose sama “MANUSIA BARU”. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu ciri  manusia baru menjadi berkat melalui perkataan atau menjadi teladan melalui perkataan.
Seperti apakah perkataan yang menjadi berkat itu ?
1.    PERKATAAN YANG BAIK
Perkataan yang baik di sini bahasa aslinya AGATHOS artinya : berguna, baik dan cocok. Perkataan yang baik tujuannya supaya seseorang yang mendengarkan menjadi lebih baik. Orang yang mendengar akan memikirkan dan merenungkan perkataan yang baik itu kemudian melalui proses orang itu mau berubah. Contoh kisah seorang janda di Sarfat yang suaminya meninggal, sementara janda ini hanya memiliki segemgam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Tetapi saat itu Elia datang pada janda tersebut dan mengatakan berilah padaku sepotong roti. Janda ini mengatakan demi Allahmu yang hidup tidak, sesungguhnya tidak ada roti padaku, kecuali segemgam tepung dan sedikit minyak, setelah aku mengumpulkan kayu bakar ini, aku akan pulang dan mengolahnya  bagiku dan bagi anakku. Setelah kami memakannya kami akan mati (artinya sudah tidak ada yang dimakan lagi). Elia mengatakan, jangan takut (jangan putus asa, jangan kuatir) pulanglah, masaklah, buatlah sepotong roti bundar kecil bagiku, bagimu dan anakmu. Sebab firman Tuhan berkata, segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli tidak akan berkurang sampai Tuhan memberi hujan. Janda ini melakukan seperti yang dikatakan Elia dan betul janda dan anaknya dapat makan beberapa waktu lamanya sesuai firman Tuhan yang disampaikan Elia. Perkataan Elia cocok untuk janda yang sedang takut, kuatir karena ekonomi, Elia memberitahukan bahwa Tuhan memelihara umat-Nya, Tuhan tidak pernah meninggalkan dan membiarkan anak-anakNya. Melalui perkataannya Elia menjadi berkat bagi janda yang sedang kuatir, putus asa dan takut
Mari kita jangan asal bicara tetapi mengucapkan perkataan yang berguna, yang baik dan cocok sehingga perkataan menjadi berkat bagi sesama.
2.    PERKATAAN YANG MEMBANGUN
Membangun yang dimaksud di sini adalah perkataan yang meneguhkan iman (oekodomee). Iman itu erat hubungannya dengan Tuhan. Untuk membangun hubungan dengan Tuhan kita membutuhkan orang lain. Banyak cara yang Tuhan pakai untuk membangun iman seseorang, salah satunya adalah melalui perkataan yang membangun. Tuhan Yesus pernah berkata,” Yang berbahagia adalah mereka yang mendengarkan firman Allah dan memeliharanya (Lukas 11:28)” Ini artinya menurut Tuhan bahwa orang
yang mendengarkan dan melakukan firman itu berbahagia, karena menjadi berkat bagi sesama dan nama Tuhan dimuliakan. Tuhan tidak pernah mengatakan berbahagialah orang yang pandai, yang punya uang, yang punya jabatan dst karena semuanya itu hanya sementara.
Bagaimana dengan perkataan kita, apakah meneguhkan iman sesama atau meragukan atau melemahkan iman sesama ?
Marilah kita bertekad menjadi berkat bagi sesama melalui perkataan yang baik dan membangun sesama.

Ringkasan khotbah Minggu, 28 Februari 2016 oleh Ev. Anam Peni Asih

Ringkasan khotbah Minggu, 21 Februari 2016 oleh Pdt. DJONI FEBRIANTO

MENJADI TELADAN DALAM PELAYANAN 
Yohanes 21:15-17
Berikut ada beberapa hal penting yang harus kita miliki sebagai seorang pelayan Tuhan, agar pelayanan dapat menjadi berkat.
1.      Pelayan Teladan : Pelayan Tuhan yang mendasari  semua pelayanannya dengan hati yang penuh kasih
Dalam Yohanes 21:15-17: “Yesus berkata kepada Simon Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku.”  Jadi antara kasih dan pelayanan, sangat erat sekali hubungannya.
2.      Pelayan teladan,  memiliki nama baik/kesaksian hidup yang baik 
2  Karena itu penilik jemaat haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri, bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang, 3  bukan peminum, bukan pemarah melainkan peramah, pendamai, bukan hamba uang, 4  seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya. 5  Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah? 6  Janganlah ia seorang yang baru bertobat, agar jangan ia menjadi sombong dan kena hukuman Iblis. 7  Hendaklah ia juga mempunyai nama baik di luar jemaat, agar jangan ia digugat orang dan jatuh ke dalam jerat Iblis.” (1 Timotius 3:2-7). Watak, karakter, sifat, kesaksian hidup, kekudusan hidup kita sebagai pelayan Tuhan, merupakan pondasi dalam pelayanan.Bila pondasi ini runtuh, maka runtuhlah seluruh pelayanan kita.
3.      Pelayan teladan : memiliki komitmen yang kuat  dalam pelayanan 
Pelayanan tanpa komitmen tidak akan bisa terlaksana dengan baik. Sebelum kita menjabat baik sebagai hamba Tuhan, majelis dan pengurus komisi, setiap kita sudah berjanji di hadapan Tuhan dan jemaat saat kita dilantik dulu.Wahyu 3:15-16:”Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku.” Dari ayat ini jelas bahwa Tuhan menghendaki kita itu sungguh-sungguh dalam pelayanan.Tidak setengah-setengah, tidak suam-suam kuku, tidak asal-asalan.Melainkan benar-benar punya komitmen dan tekad yang bulat untuk melayani Tuhan dengan setia.
4.      Pelayan Teladan : memiliki hati sebagai seorang hamba ?
Ketika kita melayani Tuhan, kita tidak menempatkan diri kita sebagai bos, tetapi sebagai hamba /pelayan. Orang yang melayani, tetapi masih suka menonjolkan egonya, harga dirinya, nama baiknya, talentanya, karunianya dll, maka orang itu sebenarnya belum siap untuk
melayani. Bila kita sudah siap melayani, benar-benar kita harus melatih kerendahan hati kita. bisa terjadi dalam pelayanan kita, nama kita tidak disebutkan, bisa jadi pelayanan kita tidak dilihat orang, bisa jadi pelayanan kita tidak dihargai orang dstnya. Bisa jadi kita masih banyak terima kritik ini, kritik itu yang tidak membangun, nah apakah kita tetap akan melayani ?Dalam pelayanan tidak sedikit orang yang mundur, karena merasa pelayanannya tidak dihargai.Filipi 2: 5-8: “5  Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, 6  yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, 7  melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. 8  Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
5.      Pelayan teladan: siap berkorban dalam pelayanan

Tuhan Yesus sudah korbankan nyawanya demi melayani kita.Paulus juga berani pertaruhkan nyawanya demi pelayanan.  Dalam Kisah Rasul 20:24 Paulus berkata: “ Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah.” Mungkin kita belum sampai seperti Paulus mengorbankan nyawanya, kita baru berkorban tenaga, pikiran, waktu, harta dll. Tetapi pertanyaannya apakah sungguh-sungguh kita sudah rela berkorban bagi pelayanan? Ringkasan khotbah Minggu, 21 Februari 2016 oleh Pdt. DJONI FEBRIANTO

Ringkasan khotbah Minggu, 14 Februari 2016 oleh Pdt. MARTIN NAINUPU

TELADAN DALAM KELUARGA 


KPR 16 : 1 – 2; II Timotius 1 : 5
Apakah bpk/ibu pernah merasa bangga atas keberhasilan anak bpk /ibu yang mejadi murid atau siswa teladan di sekolah?  Ataukah justru bpk/ibu merasa kecewa atas ulah kenakalan anak bpk/ibu? (Amsal 10:1)Dari keluargalah ditentukan macam anak/orang yang akan bermasyarakat. Dari keluarga dihasilkan seorang anak teladan, anak berpretasi, anak yaang berguna bagi orang tua, gereja dan masyarakat. Dari keluarga lahir seorang guru, dokter, ekonom, ahli hukum dan lain-lain. Tetapi dari keluarga jugalah lahir seorang anak pemberontak, perampok, penipu bahkan pembunuh.
Dari penjelasan singkat di atas, kita dapat menarik  kesimpulan bahwa keluarga adalah unit paling kecil dalam masyarakat, tetapi sangat menentukan. Maka sebagai keluarga Kristen, kita ditantang untuk melihat, seperti apakah keluarga kita hari ini??? Sekaligus kita diajak untuk belajar bagimana menjadi keluarga yang baik sesuai dengan ajaran iman kita.
Keluarga Kristen diibaratkan sebagai garam dan terang. Garam memberi pengaruh positif dan rasa kebermaknaan bagi sesama kita. Terang memberi penerangan dan sukacita bagi orang-orang disekitar kita. Singkatnya keluarga Kristen harus menjadi keluarga teladan bagi orang-orang disekitar kita dan teladan ini harus dimulai dari dalam keluarga kita sendiri.
Menjadi teladan itu adalah suatu tema dengan cakupan yang sangat luas. Karena itu kita persempit tema ini sebagai berikut: “menjadi teladan iman dalam keluarga”. Timotius adalah seorang anak blasteran, Eunike Ibunya dan Lois neneknya adalah orang  Jahudi atau agama Jahudi. sedang ayahnya seorang Yunani dengan tidak jelas agamanya. Tetapi pada umumnya orang Yunani percaya kepada dewa-dewa di puncak Olimpus – Athena.
Harus diakui bahwa seorang anak yang mempunyai ayah dan ibu yang beda agama, seperti Tomotius, itu bukanlah hal yang mudah. Sebab anak bisa bingung mau ikut ajaran agama ayah atau ajaran agama ibu. Karena bingung, bisa jadi bahwa anak tidak peduli dengan ajaran agama, bahkan anak bisa tumbuh menjadi anak yang cenderung berbuat hal-hal yang tidak pantas, seperti suka mabuk-mabukan, suka melawan orang tua dll.
Tetapi Firman Tuhan yang kita baca hari ini, menyebutkan bahwa Timotius adalah seorang murid (percaya kepada Tuhan Yesus) yang terkenal baik. Oleh sebab itu Paulus merekrut dia menjadi rekan kerjanya, bahkan dikemudian hari Timotius menggembalakan di beberapa jemaat waktu itu. Yang menjadi pertanyaan ialah bagaimana Timotius bisa menjadi sangat terkenal baik dan menjadi hamba Tuhan di beberapa jemaat di era Paulus?
Firman Tuhan mencatat bahwa Timotius bisa jadi anak yang terkenal baik karena pengaruh atau peran ibunya dan neneknya. Timotius dibesarkan dengan ajaran sesuai dengan iman ibu dan neneknya yaitu iman kepada Tuhan Yesus. Ibu dan neneknya menjadi teladan iman dalam keluarga (II Tim. 1 : 5). Iman kepada Tuhan Yesus mula-mula hidup di dalam neneknya Lois. Neneknya yang percaya kepada Tuhan Yesus, ia menanamkan iman yang sama kepada Eunike ibunya Timotius. Kemudian Nenek dan ibunya bersama-sama mewariskan iman yang sama kepada Timotius. Lois dan Eunike tahu benar bahwa warisan terbesar dan termahal yang perlu diwariskan kepada Timotius ialah warisan iman kepada Tuhan Yesus. Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan Yesus, tentu ibu dan nenek Timotius selalu menanamkan iman kepada Timotius melalui hal-hal yang nyata, bukan kata-kata belaka. Mereka menjadi contoh iman bagi Timotius, melalui tekun dalam ibadah. Doa yang teratur setiap hari dan kebiasaan membaca firman Tuhan setiap hari. Dari keteladanan orang tua, Timotius membangun imannya kepada Tuhan Yesus yang pada gilirannya Timotius terkenal menjadi orang yang baik.  
Bagi kita berlaku juga hal yang sama yaitu kita harus menjadi teladan iman bagi anak cucu kita. Jadi sebelum anak cucu kita beriman kepada Tuhan Yesus, kita sendiri sebagai orang tua harus mempunyai iman yang sungguh-sungguh kepada Tuhan Yesus. Firman Tuhan berkata bahwa “ Tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah, barang siapa berpaling kepada Allah ia harus percaya bahwa Allah ada dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia” (Ibrani 11:6) Tuhan memberkati orang yang beriman dan sungguh-sungguh mencari Dia. Orang tua yang beriman dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan
Yesus, maka anak cucunya akan diberkati. Iman itulah yang harus diwariskan kepada anak cucu supaya mereka juga diberkati anak cucu selanjutnya.  Apa yang kita miliki itu yang akan kita wariskan kepada anak cucu kita. Warisan terbesar yang harus kita wariskan kepada
anak cucu kita ialah warisan iman kepada Tuhan Yesus. Iman adalah pegangan hidup di dunia ini sampai kepada hidup yang kekal. 
Iman kepada Tuhan Yesus terlihat melalui ibadah keluarga, doa keluarga, membaca firman Tuhan dalam keluarga, menyanyi dan memuji Tuhan dalam keluarga. Hal-hal tersebut di atas adalah wujud dari kehidupan orang percaya. Anak-anak waktu masih kecil itulah saat yang sangat tepat untuk membiasakan mereka dengan kebaktian bersama, berdoa bersama, membaca Alkitab bersama.
Hari ini banyak keluarga berkata begini: Mumpung anak-anak masih kecil, baiklah kita kerja untuk sediakan kekayaan bagi mereka. Tentu  soal bekerja itu tidak salah, tetapi mereka sudah kehilangan kesempatan emas untuk menanamkan iman kepada anak-cucu mereka. Sebab setelah mereka bekerja dan mengumpulkan banyak uang, anak-anak mereka sudah beranjak besar dan harus tinggalkan mereka karena harus sekolah di kota lain. Betapa ruginya dan rasa menyesal yang tak berkesudahan, apa mau dibuat sudah kehilangan kesempatan emas itu. Anak-anak keluar dari rumah dengan tangan hampa iman (Mat. 16 : 26). Iman kepada Tuhan Yesus bukan soal kata-kata tetapi hal perbuatan. Artinya apa yang diperbuat oleh orang tua, itu pula yang ditiru oleh anak. Kalau orang tua rajin berdoa, tekun membaca firman Tuhan dan setia beribadah, maka anak cucu akan belajar meniru dan berbuat seperti orang tuanya. Anak belajar dari kehidupan orang tuanya, anak melihat memek orang tua waktu marah, anak mendengarkan tutur kata, pujian atau celaan kepada anak itu pula yang ia pelajari. Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar kerkelahi. Jika anak dibesarkan dengan pujian dan penghargaan, ia belajar menghargai dirinya maupun orang lain. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang ia belajar menghargai kehidupan. Tentu kita mau memberikan kepada anak cucu kita contoh-contoh yang hidup dari iman kita yaitu setia dalam beribadah, tekun dalam doa dan tutur kata yang pantas sehingga dapat membangun iman dan karakter mereka.
Marilah kita membangun komitmen untuk menjadikan keluarga kita menjadi keluarga teladan dalam hal iman bagi anak cucu kita. Teladan iman yang terlihat melalui ibadah, doa, membaca firman Tuhan

secara teratur, dengan demikian kita mewariskan suatu pola hidup orang percaya bagi anak cucu kita. 
Ringkasan khotbah Minggu, 14 Februari 2016 oleh Pdt. MARTIN NAINUPU

Ringkasan khotbah Minggu, 21 Februari 2016 oleh Pdt. DJONI FEBRIANTO

TELADAN DALAM PERBUATAN

Lukas  10:25-37
*) Setiap orang butuh teladan atau contoh yang akan dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Yang dibutuhkan adalah teladan yang baik dan itu perlu belajar.
*) Sebagai anak-anak Tuhan, kita sudah mengetahui teladan yang Tuhan Yesus sudah ajarkan dan Tuhan juga sudah lakukan ketika ada di dunia. Bila kita bersedia meneladani Tuhan Yesus, pasti kita dapat menjadi teladan bagi sesama dimanapun kita berada (Tuhan Yesus memberikan teladan dalam menerima realita, rela menderita pada hal tidak berdosa, teladan dalam pengampunan => mengampuni orang berdosa. Dalam kisah ini kita melihat mengenai seseorang yang ingin memperoleh hidup kekal, itu sangat dekat dengan perbuatan baik atau menjadi teladan dalam perbuatan. Bukan berarti bahwa perbuatan baik membawa seseorang dpt memperoleh hidup yang kekal. Dalam perikop ini kita melihat dgn jelas bagaimana seorang ahli Taurat atau ahli hukum yang bertanya langsung pada Tuhan Yesus. Tetapi ahli Taurat ini bertanya bukan karena tidak tahu, melaikan bertanya untuk mencobai Tuhan Yesus (berarti dia sudah tahu). Ahli Taurat menanyakan, ”Guru apa yang harus ku perbuat supaya memperoleh hidup yang kekal ? (v.25) Perhatikan Yesus tidak memberikan jawaban karena sesungguhnya dia sudah tahu. Tuhan Yesus justru bertanya balik pada ahli Taurat, apa yang tertulis dalam Hukum Taurat ? Ahli Taurat memberikan jawaban yg sangat jelas, dengan  mengatakan kasihilah Tuhan Allahmu dgn segenap hatimu dan dgn segenap jiwamu dan dgn segenap kekutanmu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (v.27).  Ini artinya engkau yang percaya kepada Tuhan, wujudkan atau nyatakan dalam perbuatan pada sesama. Setelah Tuhan Yesus mendengar jawaban ahli Taurat, Tuhan Yesus mengatakan JAWABANMU ITU BENAR, PERBUATLAH DEMIKIAN MAKA ENGKAU AKAN HIDUP (artinya memperoleh hidup kekal). Tetapi ahli Taurat di sini merasa tidak tahu siapakah yang disebut sesama. Karena orang Yahudi menganggap bahwa yang dimaksud sesama adalah dua belah pihak yang saling mengikat, ada hubungan timbal balik. Contoh bila orang Yahudi pernah melakukan perbuatan baik pada orang Samaria ketika mengalami kesulitan. Maka orang Samaria akan menolong orang Yahudi ketika mengalami kesulitan. Apakah yang dimaksud Tuhan Yesus adalah demikian ?  Ternyata tidak. Tuhan Yesus mengatakan bahwa ada seorang yang turun dari Yerusalem ke Yeriko, dirampok sampai habis-habisan, dipukuli sampai setengah mati setelah itu ditinggal. Tidak lama kemudian datang orang yang lewat : seoarang Imam, Seoarang Lewi dan seorang Samaria. Seorang yang dirampok ini jelas harus ditolong. Tetapi bagaimana reaksi dari orang-orang yang lewat ? Penafsir mengatakan bahwa : banyak imam-imam yang tinggal di Yerikho dan mereka sering pergi ke Yerusalen tugas di Bait Allah demikian juga dengan orang Lewi sering ke Yerusalem, ia membantu imam dalam ibadah, Imam dan orang Lewi  tidak menolong orang yg dirampok ini karena mereka terburu-buru ada tugas dalam ibadah di Bait Suci Yerusalem, Imam dan Orang Lewi tidak mau menolong karena tidak dapat menolong orang yang sudah setengah mati dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ada juga yang mengatakan bhh orang Lewi berpikir orang yang di rampok itu sdh mati, biarkan orang lain yg akan ngurusi sy terburu mau melayani di di Bait Suci.Sementara orang Samaria ini, mau menolong karena memiliki belas kasihan pada yang membutuhkan pertolongan, dan ia pun melakukan apa yang dapat dilakukan walaupun pada orang yg tidak ia kenal. Dengan jelas di sini orang Samaria ini membalut bagian2x yang lukan, memberinya minyak dan anggur, menaikkan ke atas keledai miliknya, membawanya ke penginapan serta memberikan 2 dinar pada pemilik penginapan. Bahkan orang Samaria ini juga pesan spy orang itu dirawat, jika biayanya masih kurang, akan sy ganti waktu saya kembali.
Imam dan orang Lewi adalah gambaran manusia yg seringkali hanya dapat melihat namun sulit bahkan tidak bersedia melakukan perbuatan baik dengan banyak alasan yg dapat diungkapkan.
Orang yang dirampok adalah gambaran orang berdosa yang tidak berdaya, tidak dapat menolong dirinya sendiri. Orang Samaria yang murah hati è gambaran Tuhan Yesus yang menerima manusia apa adanya, memberikan teladan dalam perbuatan tanpa memperhitungkan kenal atau tidak kenal, tidak pernah mengharapkan balasan ketika peduli pada orang lain. Marilah kita sadari bahwa ketika kita menjadi teladan dalam perbuatan kita telah mencerminkan Yesus yang ada dalam kehidupan kita. Maukah kita semua menjadi teladan dlm perbuatan ? Sudahkan kita menjadi teladan dalam perbuatan sehari-hari ? Tuhan menolong kita untuk melaksanakan perintah-Nya
Ringkasan khotbah Minggu, 21 Februari 2016 oleh  Pdt. DJONI FEBRIANTO

Ringkasan khotbah Minggu, 31 Januari 2016 oleh Pdt. KRISNA KUNCARA YUGA

Teladan Filipus
Yohanes 1:43-47
Ada beberapa orang yang bernama Filipus tercatat dalam Alkitab, yaitu penguasa di Iturea (Luk 3:1), suami pertama Herodias (Mat 14:3; Mr 6:17), salah satu rasul atau murid Yesus (Yoh 1:43-48; 6:5-7; 12:21-22; 14:8-9), dan yang paling sering dikotbahkan adalah seorang pelayan/ diaken dan penginjil (Kis 6:5; 8:5-40; 21:8). Filipus yang akan kita pelajari dan teladani hidupnya adalah Filipus sang rasul Kristus yang meskipun tidak banyak bagian Alkitab yang mencatatnya, namun kehidupan Filipus sang rasul atau murid Yesus ini sungguh memberikan teladan hidup dan iman yang luar biasa, yaitu :
1.   Filipus CEPAT TANGGAP atau RESPONSIF terhadap panggilan Tuhan.Tidak banyak informasi yang Alkitab berikan mengenai pribadi Filipus ini. Satu yang paling terlihat adalah Alkitab mencatat bahwa ia berasal dari Betsaida sebuah kota di daerah Galilea yang sebagian besar penduduknya meskipun sudah melihat dan mendengar kuasa dan pengajaran dari Yesus, namun mereka memilih untuk menolak Kristus Sang Mesias sehingga  Yesus mengutuk kota Betsaida bersama dengan Khorazim dan Kapernaum (Mat 11:21). Artinya, jika memperhatikan situasi dan kondisi daerah dan masyarakat setempat, kesediaan Filipus untuk meresponi panggilan Yesus secara cepat dan tanggap (Yoh.1:43) adalah tindakan iman yang luar biasa BERANI, karena ia menentang arus utama sebagian besar penduduk di wilayah itu dengan resiko ia tertolak dan terpinggirkan karena imannya kepada Yesus. Allah juga menghendaki respon yang sama ketika Ia memanggil kita bukan hanya untuk bertobat dan menjadi orang kristen, tetapi ia juga memanggil kita untuk ikut menjadi pelayan dan hamba Kristus sebab kata “ikutlah”  yang dipakai oleh Yesus itu berarti bersedia untuk bergabung dengan seseorang untuk menjadi murid, pembantu/pelayan  seseorang yang lebih dimuliakan. Karena itu, jadilah PRAJURIT Kristus yang selalu katakan SIAP, LAKSANAKAN terhadap panggilan Yesus.
2.   Filipus JUJUR terhadap Yesus untuk apa yang dipahami & tidak dapat dipahaminya.
Injil Yohanes mencatat bagaimana Filipus mengungkapkan “pesimisnya” ketika ditanya oleh Yesus terkait dengan memberi makan 5.000 orang (Yoh.6:5-7). Ia pun pernah menyatakan “kesederhanaan” pemikirannya kepada Yesus terkait dengan Rumah Bapa (Yoh.14:8). Namun, dibalik kejujurannya, Filipus adalah orang yang mau membuka diri terhadap koreksi dan kebenaran yang sesungguhnya yang disampaikan oleh Tuhan Yesus. Ia tidak menolak dan memberontak atau protes terhadap pengajaran Tuhan Yesus karena merasa diri paling benar. Ia juga tidak berusaha meyakinkan Natanael dengan pendapat dan pemikirannya sendiri ketika Natanael seolah-olah meragukan berita kemesiasan Yesus yang disampaikannya (Yoh.1:46-47).
Sikap jujur dan terbuka kepada kebenaran yang sejati adalah modal untuk kita bisa mengalami pertumbuhan iman yang sejati, sebab kebenaran sejati tidak akan pernah bisa merubah hidup jika hati dan pikiran seseorang tertutup oleh  rasa bangga dan sombong atas kepandaian kita. Karena itu, jadilah MURID yang mau belajar dan diajar oleh SANG GURU AGUNG, sumber Kebenaran yang sejati.
3.   Filipus SADAR KEMAMPUANNYA &  MEMAKAI kemampuannya dgn sebaik-baiknya.
Fungsi yang dijalankan oleh Filipus dalam beberapa bagian alkitab adalah sebagai seorang perantara (=membawa orang untuk bertemu dengan Yesus). Ia membawa Natanael kepada Yesus (Yoh.1:45-47) dan ia juga membawa orang Yunani untuk bertemu Yesus (Yoh.12:20-22). Filipus sepertinya memiliki kemampuan untuk membangun relasi dengan semua orang tanpa terkecuali dan dia pakai karunia dan kesempatan itu untuk membawa orang kepada Kristus. Artinya, Filipus tidak pelit dengan berkat keselamatan yang telah ia dapatkan dan bahkan ia memakai “bakat” ataupun karunia dan kemampuannya dalam berelasi dengan sesama untuk membawa orang pada Kristus. Tuhan pun memberikan kepada kita kemampuan yang berbeda dan Tuhan ingin kita memakai kemampuan kita semaksimal mungkin supaya kabar dan karya keselamatan Kristus didengar dan diterima oleh banyak orang. Pertanyaannya, MAU dan SIAPkah kita dipakai oleh Allah untuk menjadi pelayan-pelayan Kristus? Mulai hari ini, apapun yang menjadi karunia dan kemampuanmu, pakailah itu untuk kemuliaan-Nya. JANGAN TUNDA, sebab esok mungkin kan terlambat...
Ringkasan khotbah Minggu, 31 Januari 2016 oleh Pdt. KRISNA KUNCARA YUGA

Ringkasan khotbah Minggu, 24 Januari 2016 oleh Lz. HERMAN NAPITUPULU

TELADAN HIDUP EZRA
Ezra 7:10
Dalam sejarah bangsa Israel, ada 2 orang yang terkenal sebagai pembaharuan Israel. Mereka adalah Ezra dan Nehemia. Ezra adalah orang yang melakukan suatu pembaharuan secara rohani yang menuntun Israel sampai pertobatan sedangkan Nehemia adalah orang yang melakukan pembaharuan secara fisik karena dialah yang membangun kembali tembok Yerusalem. Kali ini kita akan membahas salah satunya yakni Ezra. Bagaimana Ezra bisa menjadi pembaharu bagi bangsanya Israel, bagaimana Ezra bisa menjadi pelopor pembaharuan bagi Israel? Apa yang Ezra lakukan? Dan bagaimana ia bisa menjadi seperti itu? Dipakai Tuhan secara luar biasa. Teladan yang bisa menjadi contoh bagi kita semua saat ini.
1. Meneliti firman Tuhan.
Meneliti bukan hanya membaca sesudah itu menutupnya dan lupa apa yang tadi dibaca. Membaca Alkitab tidak usah buru-buru dengan harapan bisa menyelesaikan banyak ayat atau pasal yang dibaca, namun tak ada artinya sedikitpun setelah kita membacanya. Telitila… ! Apa maksud firman tersebut. Apa yang Allah ingin sampaikan.  Ezra mengabdikan dirinya untuk meneliti (harfiah — “mencari”) firman Allah. Ia berusaha untuk mengetahui jalan pikiran Allah dalam semua hal yang berkaitan dengan kehidupan ini, dunia, dan maksud-maksud Allah bagi umat-Nya.
2. Melakukan firman Tuhan.
Ezra mengabdikan diri untuk menaati ketetapan-ketetapan Allah dan standar-standar Nya yang benar. Apa yang diajarkannya, dilakukannya. Apa yang telah ia teliti ia lakukan. Ia teliti Hukum Taurat tentang pernikahaan. Allah tidak  memperbolehkan umat Israel  untuk menikah dengan bangsa lain yang tidak percaya kepada Tuhan. Ketika Ezra menerima laporan bahwa beberapa diantara umat (khususnya para orang-orang terpandang menikah dengan orang yang tidak percaya) menikah dengan bangsa lain. Ezra pun menaati FT. ia berpuasa dan mengoyakkan jubahnya sambil mencabut rambut di kepalanya. Dan menyerukan agar setiap isteri dan anak yang dihasilkan dari perkawinan diusir dari Israel
3. Mengajarkan Firman Tuhan
Mengajarkan FT bukanlah tanggung jawab HT semata, tetapi tanggung jawab semua orang percaya. Ulangan 6 mengatakan: di semua tempat dan segala kondisi, para orang tua Yahudi akan mengajarkan Taurat kepada putera-puterinya. Permisi Tanya, kapan terakhir bpk/ibu mengajarkan FT kepada putera/i. kapan terakhir berdoa bersama-sama dengan putera/i. itulah sebabnya anak-anak zaman sekarang tidak lagi takut akan Tuhan. Karena sangat jarang memiliki waktu untuk belajar FT.
Karena itu, marilah kita sungguh-sungguh menjadi peneliti, pelaku & pemberita Firman Tuhan. Menjadi peneliti dengan cara rajin membaca Firman Tuhan dan juga buku-buku rohani lainnya sebagai bahan tambahan kita, menjadi pelaku dengan melakukan semua perintah Firman Tuhan, menjadi pengajar dengan jalan mengkomunikasikan apa yang kita pelajari kepada orang lain. Memang sulit. Namun sejauh mana kita bisa mengambil sikap. Bagaimana sekarang? Apakah kita mau menjadi berkat dan pembaharu bagi orang-orang disekitar kita? Dengan firman Tuhan maka kita akan lebih mantap dalam melakoni hidup ini menjadi pembaharu seperti Ezra. 
Ringkasan khotbah Minggu, 24 Januari 2016 oleh Lz. HERMAN NAPITUPULU

Ringkasan khotbah Minggu, 17 Januari 2016 oleh Ev. ANAM PENI ASIH

TELADAN HIDUP MUSA 
Keluaran 17:1-7
Tentu kita semua sudah mengenal salah satu tokoh Alkitab yang bernama Musa, bila kita ditanya apa yang kita ingat dari kehidupan Musa ? Tentu diantara kita ada yang mengatakan :
1.    Ketika usia 3 bulan, oleh orang tuanya ditaruh dalam keranjang, diletakkan di Sungai Nil karena saat itu raja Firaun memerintahkan untuk membunuh setiap anak laki-laki orang Ibrani yang baru lahir. Tetapi saat itu putri Firaun yang datang untuk mandi ke Sungai Nil, diberitahu oleh dayang-dayang ada peti dan ketika dibuka isinya bayi. Singkat cerita bayi itu di serahkan pada ibunya. Setelah dewasa anak itu dibawa ke Istana Firaun dan dijadikan anak angkat oleh Putri Firaun dan diberi nama Musa artinya karena aku telah menariknya dari air (Keluaran 2:10). Musa di dididik oleh orang tuanya dan dididik di istana Firaun.
2.    Musa penggembala kambing domba – Keluaran 3:1
3.    Musa pernah pernah bertemu dengan Allah untuk menerima 2 loh batu yang berisi 10 Hukum Allah
4.    Musa pernah memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir
5.    Musa meninggal pada usia 120 tahun – Ulangan 34:7
Setelah mengetahui sebagain dari latar belakang kehidupan Musa, lalu apakah teladan hidup Musa untuk orang-orang percaya yang hidup di jaman ini ?
1.    MUSA MELIBATKAN TUHAN MENGHADAPI PERSOALAN – v.4
Saat itu bangsa Israel dari Padang Gurun Sin, dari tempat satu ke tempat yang lain sesuai dengan titah/perintah Tuhan. Kemudian kemah di Rafidin. Tapi di Rafidin tidak ada air untuk diminum. Bangsa Israel bertengkar dengan Musa, bersungut-sungut, menyalahkan Musa. Dalam menghadapi persoalan ini Musa tahu kepada siapa harys minta tolong, memang Musa tidak tahu apa yang harus ia perbuat. Musa berseru kepada Tuhan,”Apakah yang akan ku lakukan kepada bangsa ini ? sebentar lagi mereka  akan melempari aku dengan batu (v.4). Musa kuatir, bingung, tidak dapat memberikan air untuk diminum yang dibutuhkan bangsa Israel. Tapi Musa ingat, ia melibatkan Tuhan dengan bertanya apa yang akan ku lakukan.
Realita dalam kehidupan yang kita hadapi : ada kalanya kita merasa tidak ada jalan keluar dalam menghadapi persoalan, mari kita ingat, untuk datang kepada Tuhan, melibatkan Tuhan dalam hidup kita.
2.    MUSA  TAAT – v.5-6
Musa berjalan di depan bangsa itu, mengajak beberapa orang tua-tua Israel, membawa tongkat yang dipakai memukul sungai Nil, pergi. Tuhan juga memberitahu, Aku berdiri di depanmu diatas gunung batu di Horeb. Gunung batu harus kau pukul dan dari dalamnya akan keluar air  sehingga bangsa itu dapat minum. Sepertinya perintah Tuhan tidak masuk akal – tapi Musa taat melaksankan perintah Tuhan sehingga ada pertolongan terhdap masalah yang dihadapi. Tuhan mau kita taat bila kita mau menjadi teladan. Taat perlu belajar.
Marilah kita belajar melibatkan Tuhan dalam menghadapi pergumulan dan kita juga bertekat untuk taat pada Tuhan. Dengan demikian kita akan menjadi teladan bagi sesame seperti Musa sudah menjadi teladan bagi kita, marilah kita juga belajar menjadi teladan bagi sesama.
Ringkasan khotbah Minggu, 17 Januari 2016 oleh Ev. ANAM PENI ASIH

Rngkasan khotbah Minggu, 10 Januari 2016 oleh Ev. FRISTS HERIYANTO

MENATA HIDUP DALAM KESEIMBANGAN
Lukas 10:38-42

Yesus mengunjungi Maria dan Marta di Betania. Dalam kunjungan tersebut Marta menerima kunjungan-Nya dengan sukacita. Marta menyiapkan banyak hal untuk Yesus, sampai-sampai ia melupakan yang lainnya. Lukas mencatat bahwa Marta sibuk menyiapkan hidangan bagi sang tamu. Rupa-rupanya, bukan sekedar sibuk, “Marta sibuk sekali”.  Marta terjebak mengutamakan satu sisi. Sehingga  mengabaikan hal yang lainnya. Apa yang lain itu? Memperhatikan sang tamu, mendengarkan sang tamu, dan berinteraksi dengan sang tamu. Bagaimana dengan Maria? Apa yang ia lakukan? Lukas mencatat Maria “duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya”. Sampai di sini, muncul pertanyaan, apakah Maria tidak menyiapkan Yesus dengan jamuan makan? Bukankah Yesus adalah tamu? Yesus adalah seorang tamu. Namun di sisi yang lain, Yesus juga seorang guru, dan dua hal tersebut ditangkap oleh Maria. Lalu apakah Maria tidak menyiapkan Yesus dengan jamuan makan? Alkitab tidak berbicara soal itu, yang pasti, Yesus memuji tindakan Maria. Jika Maria mendapatkan pujian dari Yesus, sebaliknya Marta mendapatkan teguran dari-Nya. Ia hanya fokus pada satu sisi, sehingga mengabaikan yang lainnya. Pertanyaannya: apa yang menyebabkan hal itu terjadi? Pertama, Marta salah mengambil posisi, ia salah menempatkan diri. Marta menempatkan diri sebagai seorang nyonya rumah. Yesus dan para murid-Nya ditempatkan sebagai tamu. Padahal, Yesus bukanlah sekedar tamu. Di sisi yang lain hubungan mereka adalah guru dan murid.  Kedua, Marta salah mengambil porsi. Yesus tidak keberatan jika Marta menyiapkan makanan dan minuman untuk-Nya dan para murid. Namun, tidak perlu berlebihan. Tidak perlu sampai membuatnya sibuk sekali. Itulah sebabnya Yesus menegur Marta. Jika Yesus hendak mencari tempat untuk makan, seperti rumah Marta bukanlah tujuan utamanya. Porsi yang diambil Marta terlalu berlebihan. Bukan hanya itu saja, banyak efek samping lainnya yang mengikuti.  Apa yang terjadi pada Marta? Terhadap diri sendiri, ia menjadi tertekan, bingung, kuatir, dan tidak mampu mengendalikan emosi. Dengan orang lain, ia menjadi iri hati, ia tidak mampu berkomunikasi dengan baik, ia marah pada Maria. Apakah Marta tidak dapat menyampaikan pesan secara langsung? Mengapa pesan tersebut disampaikan melalui Tuhan. Selanjutnya dampak dengan Tuhan, ia merasa tidak dikasihi “Tuhan tidakkah Engaku peduli?” Bagaimana dengan kehidupan kita? Apakah hari ini kita salah mengambil posisi dan porsi dalam kehidupan pribadi, pelayanan, pekerjaan, dan keluarga, yang akhirnya kita hanya fokus kepada satu sisi dalam kehidupan ini? Dalam kehidupan pribadi, siapakah yang berada di posisi pengendali?  Apakah kita telah membagi porsi kehidupan pribadi kita dengan baik? Dalam kehidupan pelayanan, apakah kita telah mengambil porsi kita dengan benar? Apakah kita saat ini sedang sibuk sekali melayani Tuhan sehingga sisi-sisi kehidupan yang lain terabaikan? Pelayanan diberi cap luar biasa! Namun keluarga berantakan, kehidupan sosial terganggu, dan kesehatan mulai menurun. Inikah yang Tuhan inginkan? Atau ini ambisi kita? Dalam kehidupan pekerjaan, apakah kehidupan kita dihabiskan dengan bekerja dan bekerja? Bukankah kita memiliki keluarga? Bukankah tubuh kita membutuhkan istirahat? Bukankah kita butuh berinteraksi dengan sesama kita? Dalam kehidupan keluarga, apakah kita sadar siapakah kita? Suami? Istri? Anak? Seberapa besar porsi yang kita berikan untuk
keluarga? Hidup itu perlu ditata agar kita tidak terjebak di dalam situasi-situasi yang justru membahayakan kehidupan kita dan orang lain. Kita tidak bisa berat sebelah menekankan salah satu sisi kehidupan sehingga mengabaikan yang lainnya.
Tuhan ingin kita bijak di dalam menata kehidupan ini.

Rngkasan khotbah Minggu, 10 Januari 2016 oleh Ev. FRISTS HERIYANTO