Ringkasan khotbah 25 Mei 2014 oleh Ev. GUMULYA DJUHARTO

TAAT DAN KASIH
YESAYA 1:21-31

Sebagai anak Tuhan, adalah normal apabila kita mentaati kehendak Bapa kita di Surga. Itu bukanlah suatu kewajiban. Justru ketidaktaatan adalah sifat tidak normal atau sifat yang menyeleweng dari seorang anak! Mengapa demikian? Apabila kita taat, kita akan mendapatkan perlindungan dalam bentuk rasa aman. Sebaliknya, ketidaktaatan akan membuat hidup kita tidak aman, bahkan sudah dekat dengan kehancuran. Yesaya menggambarkan hal ini dengan beberapa gambaran sebagai berikut.
Pertama, gambaran tentang daun yang menjadi layu (ayat 30). Ini menggambarkan seseorang yang seharusnya tumbuh dan berkembang dengan baik, bahkan menghasilkan buah2 yang berguna bagi orang lain, tetapi itu tidak pernah terjadi. Dia layu sebelum berkembang. Hidupnya layu sebelum membawa manfaat bagi orang lain. Pernahkah kita melihat orang seperti ini? Semula diharapkan begitu bersinar karena begitu popular, tetapi dalam sekejab hilang tak berbekas…. Kenapa ini bisa terjadi? Karena ada penghambat suplai makanan sehingga daun itu akhirnya layu dan mati. Hidup rohani juga demikian! Dosa seringkali menjadi penghambat suplai Firman Tuhan dalam hidup seseorang sehingga hidupnya tidak berkembang dan menjadi layu bahkan pada akhirnya mati….. Semoga hidup kita tidak demikian. Ketaatan menolong hidup kita tidak menjadi layu; sebaliknya makin segar dan makin memuliakan Tuhan!
Kedua, gambaran tentang hidup yang layu juga bisa diartikan sesuatu yang tidak peka (senseless) dalam meresponi hal2 penting yang seharusnya dilakukan atau yang seharusnya ditanggapi. Itu seperti orang yang terpaksa menutup mata terhadap hal yang tidak baik yang dilakukan seseorang; menutup mulut dan memilih untuk diam daripada menegur dengan penuh kasih; menutup telinga terhadap teriakan orang yang membutuhkan pertolongan dan bantuan. Salah satu yang menyebabkan citra wakil rakyat sedemikian terpuruk saat ini adalah karena mereka dianggap tidak punya kepekaan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat dan sibuk “menyelipkan” kepentingan sendiri di balik program2 yang ditawarkan, yang akhirnya berujung pada korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Ketiga, berkurang bahkan hilang kekuatannya (ayat 31). Ini seperti mobil yang baik dan mulus di luar atau penampilannya, tetapi tidak ada kekuatan karena tidak dirawat dengan baik. Saya pernah mengalaminya. Mobil mogok tiba2 karena lupa mengganti oli mesin. Atau seperti kapal yang sedang karam: kapal itu megah di luar, tetapi ketika karam, tidak ada artinya lagi selain menjadi barang rongsokan.
Jadi, ketidaktaatan bukan hanya suatu tindakan kecil seperti orang yang lagi keseleo lidah: sekali2 berbuat dosa tidak apa2lah, hanya sedikit keseleo! Ini tidak benar. Ini bisa mengakibatkan kerusakan serius di hati manusia! Karena itu, Tuhan segera bertindak! Dia akan memurnikan kita seperti perak yang dimurnikan garam soda (ayat 25). Gambaran yang seimbang adalah gambaran orang yang giginya harus rutin dibersihkan karena ada karang gigi. Kalau sudah terlalu lama, karang gigi itu bukan hanya mendesak gusi sehingga berdarah tetapi juga membuat sebagian gigi juga aus! Waktu dibersihkan, sangat sakit! Jadi mana yang mau dipilih? Hidup taat dengan konsekuensi hidup benar dan dalam lindungan Tuhan? Itu yang paling baik! Atau hidup seenaknya saja? Itu bahaya! Waktu orang itu sadar, dia harus mengalami “penderitaan2 tertentu” sebagai konsekuensi dosa yang telah dilakukan! Tetapi itu tetap lebih baik daripada yang tidak mau bertobat sama sekali! Hidupnya akan hancur, seperti kapal yang megah tetapi karam dan tenggelam! Semoga hidup kita bukanlah hidup yang demikian! Semoga ketaatan kita kepada Tuhan akan membuat hidup kita hidup yang berarti: bagi keluarga, bagi teman2, bagi gereja, bagi masyarakat, bagi siapa saja! Soli Deo Gloria.

(Ringkasan khotbah 25 Mei 2014 oleh Ev. GUMULYA DJUHARTO)

0 komentar:

Posting Komentar