Ringkasan khotbah, Minggu 13 September 2015 oleh Ev. YUDI HANDOKO

YESUSLAH PEMIMPIN KU
Yohanes 10:1-5; 11-15

            Jika kita melihat perikop ini memang perikop ini berbicara tentang Yesus Gembala yang baik dan bukan berbicara tentang pemimpin. Namun kita perlu memahami “Gembala” dalam konteks Alkitab tidaklah dapat dipisahkan dengan pemimpin karena seorang gembala juga adalah seorang pemimpin yang memimpin gembalaannya demikian sebaliknya seorang pemimpin haruslah mampu menggembalakan yang dipimpinnya. Oleh karena itu Yesus yang adalah gembala yang baik dapat dikatakan sebagai pemimpin yang baik.
            Kita perlu bersyukur karena kita memiliki pemimpin karena tanpa pemimpin maka yang ada hanyalah KEKACAUAN. Pula di sisi lain kita harus bersyukur karena pemimpin kita adalah Yesus yang adalah Allah, menjadi manusia, dan terlebih dari pada itu bahwa Ia rela berkorban bagi gembalaan-Nya. Tidak ada satu pemimpin dimana pun di dunia ini yang mau berkorban seperti Yesus sampai mati di kayu salib. Implikasinya bagi kita adalah karena Dia adalah Allah yang Maha Kuasa maka Ia mampu memimpin kita bahkan memimpin dalam hidup setelah kita meninggalkan dunia ini dan karena Dia menjadi manusia maka kita juga meyakini Yesus mengerti apa yang menjadi pergumulan dan masalah kita.
            Sekarang apa yang harus kita lakukan? Ada dua hal, yaitu: pertama kita harus mendengar semua perintah pemimpin kita dengan awas dan tanpa memilih. Dan yang ke dua adalah kita harus taat perintah pemimpin kita dengan tepat seperti yang diperintahkan dan tanpa menolak dengan alasan apa pun.
Ringkasan khotbah, Minggu 13 September 2015 oleh Ev. YUDI HANDOKO


Ringkasan khotbah Minggu, 6 September 2015 : Ev. A. PENI ASIH

TUHAN ADALAH KEKUATANKU
Mazmur  28:7-8
 
Dalam menjalani hidup ini semua manusia membutuhkan kekuatan. Dengan berbagai macam cara manusia berusaha mencari kekuatan.  Terkadang manusia merasa kuat  karena kedudukan, jabatan, materi, teman dan sebagainya. Namun dengan berjalannya waktu ternyata kita akan mengerti bahwa kekuatan bukan dari hal yang demikian.
Ketika manusia mengalami ujian, kesedihan, kesulitan, masalah dan sebagainya dalam waktu tertentu manusia  berkata semuanya sia-sia. Jika demikian manusia baru menyadari bhw ia membutuhkan kekuatan dari Tuhan. 

Apa yang membuat kita sulit merasakan kekuatan dari Tuhan :
1.    Realita yang tidak sesuai dengan harapan, contoh : salah perhitungan dalam dunia kerja, 
2.    Peristiwa yang tiba-tiba terjadi, contoh tiba-tiba sakit, tiba-tiba ditinggalkan oleh orang yang dikasihi (misalnya orang tua, suami – isteri, anak, saudara dsb), ditipu oleh rekan kerja, dikecewakan seseorang yg dianggap baik.

Sebagai raja Daud, cukup secara materi, ia pun memiliki kedudukan yang terpandang. Namun hal ini tidak dapat memberikan jaminan untuk menjawab persoalan yang dihadapi.
Alkitab mencatat, Daud saat itu sudah menjadi raja, ia sedang gelisah, mengalami kesulitan, kesedihan (v.1-3), kemudian ia berseru pada pada Tuhan, mengungkapkan apa yang dialami serta mohon pertolongan Tuhan.

Dengan mengungkapkan kepada Tuhan apa yang diinginkan, Daud percaya Tuhan mendengar suara permohonannya. (v.6). di sini kita dapat melihat bagaimana kedekatan Daud kepada Tuhan, sehingga mengerti dan percaya bahwa TUHAN adalah kekuatan umat-Nya.  Di Mazmur 18:2 Daud berkata,”Aku mengasihi Engkau ya TUHAN, kekuatanku!

Pengakuan Daud bahwa TUHAN adalah kekuatan ku mengingatkan :
1.    Daud pernah merasa sepertinya Tuhan tidak peduli padanya, karena seolah-olah Tuhan membiarkannya.
2.    Daud benar-benar bergantung pada Tuhan dan merasakan bahwa hanya Tuhan yang menguatkan sehingga mampu menghadapi realita yang sulit.
3.    Daud merasakan bagaimana Tuhan menguatkan dalam menghadapi relaita hidup.   
 

Dalam hidup ini banyak hal yang Tuhan ijinkan terjadi dimana adakalanya kita merasa tdk berdaya, tidak sanggup, tidak kuat menghadapinya. Kita lupa bahwa sebenarnya Tuhan itu memberikan kekuatan sesuai dgn kebutuhan kita masing2x. Oleh karena itu marilah kita belajar mengungkapkan kepada Tuhan apa yg sdg kita hadapi serta percaya bahwa Tuhan adalah kekuatan dlm hidup kita masing-masing. Ringkasan khotbah  Minggu, 6 September  2015 : Ev. A. PENI ASIH

Ringkasan khotbah, Minggu 30 Agustus 2015 oleh dr. HARRY RATULANGI

MENGELOLA KEUANGAN DENGAN BIJAKSANA - Ibrani  3:5

*) Uang : *) Majikan yang jahat tetapi hamba yang baik.
     *) Suatu yang berguna tetapi juga beracun
*) Perlu pengaturan yang bijaksana supaya uang tetap menjadi hamba dan berguna.
*) Kemampuan dalam mengelola uang : tidak sama, bisa di tingkatkan    serta tergantung dari kehidupan rohani seseorang – Matius 25:14-15
 
*) Maksud Tuhan memberi kita uang :
    => Memenuhi kebutuhan pokok : makan, pakaian dan tempat tinggal
    => Mempertegas kuasa Tuhan : Persepuluhan, Persembahan khusus
    => Memberi kepada sesama : diakonia, anak yatim piatu, membantu
         sesama saudara seiman
ð  Mempertegas tujuan hidup : membeli barang apakah ada dana atau tidak
*) Bagaimana mengelola keuangan dalam keluarga ?
ð  Membuat anggaran belanja dalam keluarga
*) Daftar barang-barang yang akan dan dapat dibeli dengan uang
 *) Anggaran adalah daftar tertulis mengenai kebutuhan-kebutuhan kita, jika tidak tertulis bukan anggaran.
Contoh : => Tulis berapa pendapatan dalam sebulan setelah dipotong pajak dan tulis berapa pengeluaran dengan disusun lebih dahulu mana yang lebih penting.
ð  Evaluasi :
*) Bandingkan pengeluran dan pemasukan dalam sebulan
*) Jika ada sisa SELAMAT !!!!
*) Jika devisit lihat kembali dan susun lagi dengan teratur
Saat inilah terlihat bahwa saudara mengatur pengeluaran dengan nyata dan penghasilan yang terbatas.
*) Mengapa harus memiliki anggaran ?
ð  Menolong untuk mendapatkan kebutuhan sesuai dengan keuangan yang kita miliki.
ð  Mengatasi pemborosan
ð  Menjauhkan kekuatiran dan perdebatan dalam keluarga
ð  Satu-satunya cara praktis untuk menyerahkan segala persoalan keuangan kepada Tuhan.
Allah melengkapi kita dengan firman Tuhan, Roh Kudus dan doa. Marilah kita patuh, taat dan setia supaya dapat megelola keuangan dalam keluarga dengan bijaksana.
Ringkasan khotbah, Minggu 30 Agustus 2015 oleh dr. HARRY RATULANGI