TAAT DAN KASIH
YESAYA
1:21-31
Sebagai anak Tuhan, adalah normal apabila kita mentaati kehendak Bapa kita
di Surga. Itu bukanlah suatu kewajiban. Justru ketidaktaatan adalah sifat tidak
normal atau sifat yang menyeleweng dari seorang anak! Mengapa demikian? Apabila
kita taat, kita akan mendapatkan perlindungan dalam bentuk rasa aman.
Sebaliknya, ketidaktaatan akan membuat hidup kita tidak aman, bahkan sudah
dekat dengan kehancuran. Yesaya menggambarkan hal ini dengan beberapa gambaran
sebagai berikut.
Pertama, gambaran tentang daun yang menjadi layu (ayat 30). Ini
menggambarkan seseorang yang seharusnya tumbuh dan berkembang dengan baik,
bahkan menghasilkan buah2 yang berguna bagi orang lain, tetapi itu tidak pernah
terjadi. Dia layu sebelum berkembang. Hidupnya layu sebelum membawa manfaat
bagi orang lain. Pernahkah kita melihat orang seperti ini? Semula diharapkan
begitu bersinar karena begitu popular, tetapi dalam sekejab hilang tak
berbekas…. Kenapa ini bisa terjadi? Karena ada penghambat suplai makanan
sehingga daun itu akhirnya layu dan mati. Hidup rohani juga demikian! Dosa
seringkali menjadi penghambat suplai Firman Tuhan dalam hidup seseorang
sehingga hidupnya tidak berkembang dan menjadi layu bahkan pada akhirnya
mati….. Semoga hidup kita tidak demikian. Ketaatan menolong hidup kita tidak
menjadi layu; sebaliknya makin segar dan makin memuliakan Tuhan!
Kedua, gambaran tentang hidup yang layu juga bisa diartikan sesuatu yang
tidak peka (senseless) dalam meresponi hal2 penting yang seharusnya dilakukan
atau yang seharusnya ditanggapi. Itu seperti orang yang terpaksa menutup mata
terhadap hal yang tidak baik yang dilakukan seseorang; menutup mulut dan
memilih untuk diam daripada menegur dengan penuh kasih; menutup telinga
terhadap teriakan orang yang membutuhkan pertolongan dan bantuan. Salah satu
yang menyebabkan citra wakil rakyat sedemikian terpuruk saat ini adalah karena
mereka dianggap tidak punya kepekaan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat
dan sibuk “menyelipkan” kepentingan sendiri di balik program2 yang ditawarkan,
yang akhirnya berujung pada korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Ketiga, berkurang bahkan hilang kekuatannya (ayat 31). Ini seperti mobil
yang baik dan mulus di luar atau penampilannya, tetapi tidak ada kekuatan
karena tidak dirawat dengan baik. Saya pernah mengalaminya. Mobil mogok tiba2
karena lupa mengganti oli mesin. Atau seperti kapal yang sedang karam: kapal
itu megah di luar, tetapi ketika karam, tidak ada artinya lagi selain menjadi
barang rongsokan.
Jadi,
ketidaktaatan bukan hanya suatu tindakan kecil seperti orang yang lagi keseleo
lidah: sekali2 berbuat dosa tidak apa2lah, hanya sedikit keseleo! Ini tidak
benar. Ini bisa mengakibatkan kerusakan serius di hati manusia! Karena itu,
Tuhan segera bertindak! Dia akan memurnikan kita seperti perak yang dimurnikan garam
soda (ayat 25). Gambaran yang seimbang adalah gambaran orang yang giginya harus
rutin dibersihkan karena ada karang gigi. Kalau sudah terlalu lama, karang gigi
itu bukan hanya mendesak gusi sehingga berdarah tetapi juga membuat sebagian
gigi juga aus! Waktu dibersihkan, sangat sakit! Jadi mana yang mau dipilih?
Hidup taat dengan konsekuensi hidup benar dan dalam lindungan Tuhan? Itu yang
paling baik! Atau hidup seenaknya saja? Itu bahaya! Waktu orang itu sadar, dia
harus mengalami “penderitaan2 tertentu” sebagai konsekuensi dosa yang telah
dilakukan! Tetapi itu
tetap lebih baik daripada yang tidak mau bertobat sama sekali! Hidupnya akan hancur, seperti kapal yang megah
tetapi karam dan tenggelam! Semoga hidup kita bukanlah hidup yang demikian!
Semoga ketaatan kita kepada Tuhan akan membuat hidup kita hidup yang berarti:
bagi keluarga, bagi teman2, bagi gereja, bagi masyarakat, bagi siapa saja! Soli
Deo Gloria.
(Ringkasan
khotbah 25 Mei 2014 oleh Ev. GUMULYA DJUHARTO)